Format
APBN lama (T-Account)
Selama TA 1969/1970 sampai dengan 1999/2000 APBN menggunakan
format T-account, dimana
:
- Dalam T-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran
dipisahkan di kolom yang berbeda
- T-account mengikuti anggaran yang berimbang dan
dinamis
- Dalam
versi T-account,
format seimbang dan dinamis diadopsi. Seimbang berarti sisi penerimaan dan
pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang sama. Jika jumlah pengeluaran lebih
besar daripada jumlah penerimaan, kemudian kekurangannya ditutupi dari
pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dalam atau luar negeri
-
Namun
format ini dirasakan masih mempunyai kelemahan khususnya setelah
diperinci dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kelemahan tersebut
antara lain :
-
tidak memberikan informasi yang jelas mengenai pengendalian defisit, dan
-
kurang transparan sehingga perlu disempurnakan
- versi T-account tidak menunjukan dengan jelas komposisi
anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini merupakan
akibat dari sistem anggaran yang terpusat
- pada
format T-account, pinjaman
luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran cicilan
utang luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin
Dari
sini dapat kita ketahui bahwa di dalam penerapan T-Account masih ada
penyesuaian antara anggaran pengeluaran dengan anggaran penerimaan agar
anggaran yang berimbang dan dinamis dapat tercipta. Namun bila pinjaman tidak
dikategorikan sebagai utang dan justru sebagai penerimaan pembangunan seperti
yang diterapkan dalam T-Account, maka usaha untuk mengefisiensikan pengeluaran
dan penghematan akan sulit untuk dilakukan karena pengeluaran harus
disamakan/diimbangkan dengan penerimaan yang didalamnya juga termasuk pinjaman
(penerimaan pembangunan). Disamping itu, pemborosan atau inefisiensi
penganggaran akan diperkuat karena tidak ada anggapan bahwa penambahan utang
akan memberatkan keuangan bangsa di periode berikutnya.
Format
APBN baru (I-Account)
Mulai TA 2000 format APBN diubah menjadi I-account, disesuaikan dengan Government Finance
Statistics (GFS), dimana :
- Dalam I-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran
tidak dipisahkan atau dalam satu kolom
- I-account menerapkan anggaran defisit/surplus
-
Dalam versi I-account, anggaran surplus/defisit diadopsi. Perubahan – perubahan
itu dengan jelasnya digambarkan oleh posisi overall balance
Tujuan perubahan format dari T-account ke I-account adalah :
-
untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN
-
untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan dan
pengelolaan APBN
-
untuk mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain
-
untuk mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang
didistribusikan oleh pemeritah pusat ke pemerintah daerah mengikuti pelaksanaan
UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
- versi I-account dengan jelas menunjukan komposisi
jumlah anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah sehingga memperlancar
pendanaan ke daerah
- I-account,
pinjaman luar negeri dan pembayaran cicilannya dikelompokan sebagai pembiayaan
anggaran
Dengan
format baru ini (I-Account) pinjaman luar negeri diperlakukan sebagai utang,
sehingga jumlahnya harus sekecil mungkin karena pembayaran kembali bunga dan
cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN di masa yang akan datang.
Format
I-Account APBN
A.
Pendapatan dan Hibah
I.
Penerimaan Dalam Negeri
1.
Penerimaan Pajak
2.
Penerimaan Bukan Pajak
II.
Hibah
B.
Belanja Negara
I.
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
1.
Belanja K/L
2.
Belanja Non K/L
II.
Dana Perimbangan
III.
Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C.
Keseimbangan Primer
D.
Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
E.
Pembiayaan
I.
Dalam Negeri
II.
Luar Negeri
Pengaruh
penerapan format I-Account terhadap belanja Kementerian Lembaga, RKA-KL dan
DIPA
Berdasarkan
keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa pengganggaran dengan format
I-Account menuntut efisiensi dari anggaran belanja, begitu juga dengan anggaran
belanja Kementerian Lembaga (KL). Hal ini ditunjukkan dengan adanya penerapan
anggaran defisit atau anggaran surplus, dimana tidak ada tuntutan bahwa anggran
pengeluaran harus sama dengan anggaran penerimaan. Disamping itu sudah ada
pemisahan sumber dana yang berasal dari Pinjaman, tidak dikategorikan sebagai
penerimaan lagi melainkan sebagai hutang atau dalam format I-Account dimasukkan
dalam pembiayaan. Sehingga jumlah pinjaman harus sekecil mungkin karena
pembayaran kembali bunga dan cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN
di masa yang akan datang.
Format
APBN yang berlaku juga menunjukkan efisiensi penganggaran belanja dituntut
dengan penganggaran yang dimulai dari satuan terkecil (satker) hingga ke posisi
paling atas (KL), dituntut juga melalui reklasifikasi rincian belanja negara
(menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja, yang sebelumnya dirinci menurut
sektor dan jenis belanja) yang mencegah terjadinya anggaran berganda serta
adanya tuntutan untuk mendeskripsikan tujuan, output, dan outcome yang ingin
dicapai disertai dengan indikator kinerja dari masing-masing kegiatan.
Demi
mendukung kepastian efisiensi penyusunan anggaran, maka Rencana Kerja dan
Anggaran KL yang disusun setelah mendapat pagu sementarapun masih harus
ditelaah lagi oleh Kementerian Keuangan (c.q. Direktorat Jenderal Anggaran),
agar nilai yang tertera hingga detil anggaran dapat ditetapkan menjadi nilai
yang optimal.
Secara
umum, pengeluaran yang dilakukan pada suatu tahun anggaran harus ditutup dengan
penerimaan pada tahun anggaran yang sama. Sehingga dalam pelaksanaan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), berbeda dengan anggaran penerimaan negara
yang diperlakukan sebagai target penerimaan pemerintah dan diharapkan dapat
dilampauinya, anggaran pengeluaran merupakan batas pengeluaran yang tidak boleh
dilampaui. Oleh sebab itu penganggaran belanja yang dilakukan oleh KL pun harus
optimal sesuai dengan kebutuhan, tidak harus sesuai dengan pagu yang disediakan
namun tidak boleh melebihi pagu tersebut.
Kesimpulan
Dari
penjelasan yang telah dijabarkan diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa
perubahan format APBN menjadi I-Account, dilakukan dengan harapan bahwa nilai
(Rupiah) yang dialokasikan dalam penyusunan anggaran untuk belanja Kementerian
Lembaga merupakan nilai yang optimal dan efisien, sesuai dengan keperluan dan
tujuan utama dari belanja tersebut. Sehingga pemborosan atau inefisiensi
anggaran serta penambahan pinjaman dapat ditekan seminimal mungkin dengan tidak
mengabaikan prioritas kepentingan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar