Halaman

Jumat, 28 Maret 2014

Format APBN lama (T-Account)
Selama TA 1969/1970 sampai dengan 1999/2000 APBN menggunakan format T-account, dimana :
-          Dalam T-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan di kolom yang berbeda
-          T-account mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis
-          Dalam versi T-account, format seimbang dan dinamis diadopsi. Seimbang berarti sisi penerimaan dan pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang sama. Jika jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah penerimaan, kemudian kekurangannya ditutupi dari pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dalam atau luar negeri
-
Namun format ini dirasakan masih mempunyai kelemahan khususnya setelah diperinci  dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kelemahan tersebut antara lain :
-          tidak memberikan informasi yang jelas mengenai pengendalian defisit, dan
-          kurang transparan sehingga perlu disempurnakan
-          versi T-account tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini merupakan akibat dari sistem anggaran yang terpusat
-          pada format T-account, pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran cicilan utang luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin
Dari sini dapat kita ketahui bahwa di dalam penerapan T-Account masih ada penyesuaian antara anggaran pengeluaran dengan anggaran penerimaan agar anggaran yang berimbang dan dinamis dapat tercipta. Namun bila pinjaman tidak dikategorikan sebagai utang dan justru sebagai penerimaan pembangunan seperti yang diterapkan dalam T-Account, maka usaha untuk mengefisiensikan pengeluaran dan penghematan akan sulit untuk dilakukan karena pengeluaran harus disamakan/diimbangkan dengan penerimaan yang didalamnya juga termasuk pinjaman (penerimaan pembangunan). Disamping itu, pemborosan atau inefisiensi penganggaran akan diperkuat karena tidak ada anggapan bahwa penambahan utang akan memberatkan keuangan bangsa di periode berikutnya.
Format APBN baru (I-Account)
Mulai TA 2000 format APBN diubah menjadi I-account, disesuaikan dengan Government Finance Statistics (GFS), dimana :
-          Dalam I-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran tidak dipisahkan atau dalam satu kolom
-          I-account menerapkan anggaran defisit/surplus
-          Dalam versi I-account, anggaran surplus/defisit diadopsi. Perubahan – perubahan itu dengan jelasnya digambarkan oleh posisi overall balance
Tujuan perubahan format dari T-account ke I-account adalah :
-          untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN
-          untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan dan pengelolaan APBN
-          untuk mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain
-          untuk mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh pemeritah pusat ke pemerintah daerah mengikuti pelaksanaan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
-          versi I-account dengan jelas menunjukan komposisi jumlah anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah sehingga memperlancar pendanaan ke daerah
-          I-account, pinjaman luar negeri dan pembayaran cicilannya dikelompokan sebagai pembiayaan anggaran
Dengan format baru ini (I-Account) pinjaman luar negeri diperlakukan sebagai utang, sehingga jumlahnya harus sekecil mungkin karena pembayaran kembali bunga dan cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN di masa yang akan datang.
Format I-Account APBN
A. Pendapatan dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
1. Belanja K/L
2. Belanja Non K/L
II. Dana Perimbangan
III. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
E. Pembiayaan
I. Dalam Negeri
II. Luar Negeri
Pengaruh penerapan format I-Account terhadap belanja Kementerian Lembaga, RKA-KL dan DIPA
Berdasarkan keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa pengganggaran dengan format I-Account menuntut efisiensi dari anggaran belanja, begitu juga dengan anggaran belanja Kementerian Lembaga (KL). Hal ini ditunjukkan dengan adanya penerapan anggaran defisit atau anggaran surplus, dimana tidak ada tuntutan bahwa anggran pengeluaran harus sama dengan anggaran penerimaan. Disamping itu sudah ada pemisahan sumber dana yang berasal dari Pinjaman, tidak dikategorikan sebagai penerimaan lagi melainkan sebagai hutang atau dalam format I-Account dimasukkan dalam pembiayaan. Sehingga jumlah pinjaman harus sekecil mungkin karena pembayaran kembali bunga dan cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN di masa yang akan datang.
Format APBN yang berlaku juga menunjukkan efisiensi penganggaran belanja dituntut dengan penganggaran yang dimulai dari satuan terkecil (satker) hingga ke posisi paling atas (KL), dituntut juga melalui reklasifikasi rincian belanja negara (menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja, yang sebelumnya dirinci menurut sektor dan jenis belanja) yang mencegah terjadinya anggaran berganda serta adanya tuntutan untuk mendeskripsikan tujuan, output, dan outcome yang ingin dicapai disertai dengan indikator kinerja dari masing-masing kegiatan.
Demi mendukung kepastian efisiensi penyusunan anggaran, maka Rencana Kerja dan Anggaran KL yang disusun setelah mendapat pagu sementarapun masih harus ditelaah lagi oleh Kementerian Keuangan (c.q. Direktorat Jenderal Anggaran), agar nilai yang tertera hingga detil anggaran dapat ditetapkan menjadi nilai yang optimal.
Secara umum, pengeluaran yang dilakukan pada suatu tahun anggaran harus ditutup dengan penerimaan pada tahun anggaran yang sama. Sehingga dalam pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), berbeda dengan anggaran penerimaan negara yang diperlakukan sebagai target penerimaan pemerintah dan diharapkan dapat dilampauinya, anggaran pengeluaran merupakan batas pengeluaran yang tidak boleh dilampaui. Oleh sebab itu penganggaran belanja yang dilakukan oleh KL pun harus optimal sesuai dengan kebutuhan, tidak harus sesuai dengan pagu yang disediakan namun tidak boleh melebihi pagu tersebut.
Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dijabarkan diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa perubahan format APBN menjadi I-Account, dilakukan dengan harapan bahwa nilai (Rupiah) yang dialokasikan dalam penyusunan anggaran untuk belanja Kementerian Lembaga merupakan nilai yang optimal dan efisien, sesuai dengan keperluan dan tujuan utama dari belanja tersebut. Sehingga pemborosan atau inefisiensi anggaran serta penambahan pinjaman dapat ditekan seminimal mungkin dengan tidak mengabaikan prioritas kepentingan nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar